loading...
Tujuan pemberlakuan PSBB selain sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, sekaligus melindungi kesehatan dan keselamatan warga DKI dari penularan penyakit yang disebabkan virus Corona 19 (COVID-19). Dengan diberlakukanya PSBB di wilayah Jakarta, masyarakat diharuskan lebih berdisiplin menjaga jarak atau physical distancing dan tetap tinggal di rumah, terkecuali ada keperluan yang sangat mendesak.
“Kami di Dewan Riset Jakarta sudah mengusulkan agar Jakarta segera melakukan lockdown untuk menghindari makin banyaknya warga yang tertular Covid 19. Namun kami menyadari saat itu Pemprov DKI Jakarta belum mendapatkan izin dari pemerintah pusat, meskipun sudah ada Undang-undang yang membolehkannya, yakni UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Namun tanpa izin pemerintah pusat, Pemprov DKI belum dapat melakukan kebijakan karantina wilayah," kata Sekretaris Komisi I Dewan Riset Daerah Jakarta (DRD Jakarta), Eman Sulaeman Nasim, di Jakarta, Rabu (8/4/2020).
Baca Juga:
Lebih lanjut dijelaskan, dengan adanya PP No 21/2020 tentang PSBB dan sudah keluarnya izin dari Menteri Kesehatan sebagai bagian dari PP No 21/2020, Pemprov DKI Jakarta sudah memiliki payung hukum untuk melakukan karantina wilayah atau lockdown ataupun pembatasan sosial berskala besar. Untuk diketahui, Komisi I DRD DKI adalah komisi yang membawahi bidang pemerintahan, pelayanan publik, kerja sama antarlembaga dan smartcity.
Menurut Dosen Administrasi Publik dari Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Manajemen STIAMI ini, tanpa ada peraturan yang mengikat dan bersifat memaksa, pemerintah akan kesulitan meminta warga DKI melakukan sosial distancing dan tinggal di rumah. Padahal ini bertujuan menghindari penularan dan semakin meluasnya pandemik COVID-19 di Jakarta.
Pemprov DKI Jakarta sendiri sudah tiga pekan mengeluarkan imbauan agar seluruh warga Ibu Kota bekerja dan belajar dari rumah. Namun nyatanya masih banyak warga yang masih tetap berkumpul dengan jarak yang berdekatan tanpa menggunakan masker. Masih banyak warga yang berkeliaran di jalan. Akibatnya jumlah warga yang tertular COVID-19 semakin banyak.
"Tanpa intervensi pemerintah berdasarkan berbagai kajian, diperkirakan 86% warga DKI Jakarta yang berjumlah 10,5 juta jiwa akan terinfeksi COVID-19. Baik dengan gejala maupun tanpa gejala," ujarnya.
Dia menjelaskan, untuk warga berusia 20-45 tahun bisa saja karena masih sering bersosialisasi dan tidak tinggal di rumah, mereka terinfeksi COVID-19 tapi tidak memiliki gejala COVID-19. Mereka inilah yang dikenal sebagai OTG. "Mereka rentan menularkan kepada orang lain. Lebih berbahayanya jika mereka menularkan kepada orang tua dan anak anak. Karena itu, salah satu intervensi pemerintah, lewat PSBB. Memaksa warga untuk tinggal di rumah saja agar tidak tertular dan tidak menularkan COVID-19,” papar Eman Sulaeman Nasim.
Pemerintah Cina sendiri sebagai negara asal dari mewabahnya COVID-19 berhasil menurunkan penularan dan penyebarannya dengan memaksa warga tinggal di rumahnya masing masing. Demikian juga pemerintah Singapura dan Turki.
“COVID-19 sampai saat ini belum ditemukan obat maupun vaksinnya. Satu satunya cara agar terhindar dan sembuh darinya adalah dengan cara menjaga kesehatan dan menghindar dari orang yang terkena virus. Atau menghindari daerah pendemik serta menggunakan masker," tuturnya.
Untuk itu, dia menegaskan, tinggal di rumah saja atau mengisolasi diri menjadi solusi. Aparat pemerintah pun harus lebih proaktif memaksa masyarakat tinggal di rumah atau mengisolasi diri bersama keluarga guna menghindari penularan. "Karena tujuan pemaksaaannya adalah untuk keselamatan dan kesehatan warga itu sendiri,” ujar anggota DRD DKI Periode 2018-2022 ini.
Dosen di PKN STAN dan FISIP UI ini memaparkan, selain mengusulkan pembatas wilayah, DRD DKI Juga sudah mengusulkan agar segera dilakukan rapid test atau test PCR kepada seluruh warga DKI Jakarta. Untuk mengetahui sejauh mana atau berapa persen warga yang sudah terinfeksi COVID-19 maupun yang masih sehat.
Rapid test maupun tes PCR perlu dilakukan ke seluruh warga. Selama ini rapid test baru dilakukan kepada warga yang menyandang status ODP (orang dalam pengawasan) atau PDP (pasien dalam pengawasan). Jika Pemprov Jakarta melakukan rapid test ataupun tes PCR, pemerintah memiliki data yang lebih akurat, memperkuat data hasil kajian dari lembaga lain.
DRD DKI Jakarta, lanjut Eman Sulaeman Nasim, saat ini sudah membentuk gugus tugas atau task force COVID-19 yang diketuai Ketua Komisi IV yang juga ustaz kondang Eric Yusuf. Gugus tugas itu selain mengkaji mewabahnya Covid 19 di wilayah Jakarta, juga mencari data dan fakta virus Corona di masyarakat.
"Berdasarkan hasil rapat pleno diperkuat rapat Badan Pekerja DRD DKI Jakarta, DRD yang memiliki anggota dari berbagai kepakaran termasuk pakar kesehatan, pada tahun ini akan banyak melakukan kajian yang berkaitan dengan COVUD-19. Termasuk masalah dampak ekonominya.
Ditanya kelangsungan hidup warga yang berpenghasilan rendah atau yang tidak punya penghasilan apabila PSBB diberlakukan Jakarta, Eman Sulaeman Nasim menjelaskan, selain Pemprov DKI sudah membuat program akan memberikan subsidi warga tidak mampu sebesar Rp1,2 juta per bulan, pemerintah pusat juga akan memberikan bantuan langsung tunai.
Sementara Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta saat ini tengah melakukan pendataan warga yang terkena pemutusan hubungan kerja. Arahnya kemungkinan besar kepada pemberian santunan atau subsidi.
"Tidak kalah penting, kehidupan beragama warga Jakarta itu masih sangat kental. Ajaran agama apapun, mengharuskan warga berpunya untuk membantu warga kurang mampu. Saat Gubernur Anies Baswedan mengeluarkan imbauan sosial distancing, warga dan komunitas sudah banyak yang memberikan bantuan pangan kepada warga yang kurang mampu,” pungkasnya.
(mim)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pernah Rekomendasikan Lockdown, Dewan Riset Daerah Dukung Jakarta PSBB"
Post a Comment