loading...
Tentu hal ini telah membuat resah. Menurut pengamat media sosial, Enda Nasution, ada beberapa faktor yang menyebabkan orang membuat dan menyebarkan informasi-informasi semacam itu.
Di antaranya adalah perkembangan teknologi digital seperti saat ini, yang membuat penyebaran informasi salah semakin cepat dan luas. Sementara itu, informasi yang diterima masyarakat melalui lembaga resmi relatif tidak lengkap. Sehingga sulit mempercayai informasi yang ada.
Baca Juga:
“Tingkat kepercayaan masyarakat cenderung rendah walaupun dari sumber resmi. Informasi yang beredar di medsos membuat masyarakat lebih percaya,” kata Enda, saat dihubungi, Rabu (18/3/2020).
Di sisi lain, dengan kondisi ketidakpastian saat ini, banyak orang yang mencoba beradaptasi dan membuat kondisi seperti biasanya. Artinya, ada masyarakat yang tahu bahwa informasi yang diterimanya salah, tetapi tetap disebar dengan maksud sebagai hiburan.
Pendapat senada juga terlontar dari Nonot Harsono, pengamat telekomunikasi dari Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel). Melalui pesan WhatsApp, Nonot mengatakan, ada beragam motivasi orang membuat hoax terkait Covid-19.
Ada yang sekadar iseng, mencoba melucu padahal tidak lucu. Ada yang sengaja menambah kepanikan, bahkan ada yang memanfaatkannya demi kepentingan bisnis dan cuansendiri.
“Namun ada pula orang bodoh yang ingin dianggap paling tahu duluan. Sehingga ada berita heboh langsung di-forward,” tulis Nonot, di hari yang sama.
Pemerintah memang telah memberikan akses kepada masyarakat untuk mendapat informasi yang benar terkait corona. Misalnya disediakan sejumlah nomor yang bisa dihubungi dan situs web yang bisa dibuka.
Namun, Enda menilai, yang membuat masyarakat kerap tetap percaya hoax dan disinformasi yang beredar di media sosial dikarenakan akses tersebut tidak begitu ter-updatedan nomor yang tersedia cenderung sulit untuk dihubungi. Selain itu, instruksi yang dikeluarkan pemerintah pusat dan daerah belum satu suara.
“Harus ada informasi yang lebih instruktif dan diumumkan berkali-kali,” jelas Enda.
Pihak Kepolisian memang cukup aktif meringkus para penyebar hoax ini. Tapi jika penyebarnya juga ditangkap, menurut Enda langkah tersebut terlalu mengeluarkan banyak energi. Cukup menangkap penyebar yang memberikan dampak luas seperti pejabat publik atau publik figur.
Sementara menurut Nonot, untuk memberantas hoax dan disinformasi, perlu dibentuk LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang berisi ahli IT dalam melacak jejak digital. Tujuannya sebagai pesaing Polisi, sehingga ada perlombaan mencari jejak viralnya informasi salah di sosial media.
“Diberlakukan semacam bounty haunter(pemburu hadiah) oleh Polri dengan dana Pemerintah. Kalau yang bodoh si tukang forward, cukup diancam atau sel semalam 2 malam saja,” tandas Nonot.
(wbs)
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pengamat Sebut Penyebaran Hoax Bentuk Kurangnya Informasi Corona"
Post a Comment