
loading...
Ini merupakan hasil temuan dari riset terbaru yang baru saja dirilis akhir pekan kemarin oleh Komisi Pathways for Prosperity on Technology and Inclusive Development atau Komisi Pathways.
Penelitian yang rencananya akan dibahas dalam pertemuan tahunan World Bank dan IMF mendatang di Bali ini juga menemukan, bahwa diskusi mengenai dampak dari teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) didasari bukti yang kurang. Selain itu, fokus bahasannya pun lebih kepada penerapan di negara maju. Dengan demikian, kurang mampu memberikan gambaran yang cukup bagi pemerintah, dunia bisnis maupun warga negara berkembang terkait dampaknya terhadap mereka.
Komisi Pathways ini juga menemukan diskusi-diskusi ini terpolarisasi antara kekhawatiran robot akan menggantikan peran manusia dalam banyak pekerjaan. Dan adanya anggapan teknologi bakal menjadi solusi tunggal dari semua masalah.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, revolusi teknologi berikut disrupsi yang terjadi akibatnya, menawarkan berbagai peluang dan juga tantangan baru. "Cara baru untuk meningkatkan kesejahteraan bagi banyak orang, termasuk mereka yang tinggal di negara yang ekonominya sedang berkembang, tercipta berkat teknologi terdepan ini. Sekarang tinggal bagaimana untuk memastikan bahwa cara baru ini bisa benar-benar inklusif,” katanya dalam siaran pers di Jakarta, Minggu (7/10/2018).
Sri Mulyani menjelaskan, negara yang ekonominya sedang berkembang harus mampu menghadapi dan beradaptasi dengan disrupsi teknologi yang terjadi. Di Indonesia misalnya, teknologi digital telah menghubungkan sektor ekonomi informal dengan sektor ekonomi formal.
"Karena itu, kita perlu segera memulai diskusi baru berdasarkan bukti kuat terkait upaya pemberdayaan para pengambil keputusan di negara-negara berkembang. Tujuannya agar mereka lebih bisa mengkapitalisasi teknologi baru serta mengelola dengan lebih baik disrupsi yang terjadi,” paparnya.
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pemanfaatan teknologi Baru Dorong Pertumbuhan Negara Berkembang"
Post a Comment